ANALISIS SURIYA SUTTA
oleh poniman
PENDAHULUAN
Suriya Sutta, Sattaka Nipata merupakan
kotbah Buddha yang menyajikan tentang ketidak kekalan terhadap semua bentuk dan
kehancuran alam semesta. Berikut ini merupakan beberapa bait kotbah pada bait
pertama dan bait kedua yaitu:
”Bhikkhu, bentuk apapun tidak kekal, goyah,
tidak tetap. Para bhikkhu janganlah kamu merasa puas dengan semua bentuk
(sankhara), itu menjijikan, bebaskanlah diri kalian dari hal itu. Para bhikkhu,
gunung Sineru, raja gunung-gunung yang panjangnya 84.000 yojana lebarnya 84.000
yojana, kakinya dalam lautan sedalam 84.000 yojana dan tingginya dari permukaan
laut setinggi 84.000 yojana.”
”Bhikkhu, akan tiba suatu masa setelah
bertahun-tahun, ratusan tahun, ribuan tahun, atau ratusan tahun, tidak ada
hujan. Ketika tidak ada hujan, maka semua bibit tanaman seperti bibit sayuran,
pohon-pohon penghasil obat, pohon-pohon palem, dan pohon-pohon besar di hutan
menjadi layu, kering mati.”
Demikianlah para bhikkhu, bentuk apapun
adalah tidak kekal, tidak abadi atau tak tetap. Janganlah kamu merasa puas dengan semua bentuk
itu, itu menjijikan, bebaskanlah diri kalian dari hal itu.
Alam semesta akan mulai hancur terbakar
sewaktu diakhir masa yang lama dengan munculnya matahari ketujuh, dengan gunung
sineru sabagai raja gunung-gunung terbakar, menyala berkobar-kobar, dan menjadi
seperti sebuah bola api yang berpijar, dan cahaya nyala kebakaran akan terlihat
sampai di alam Brahma dan juga debu asap dari bumi dengan gunung sineru tertiup
oleh angin sampai ke alam Brahma.
Sang Buddha dalam sutta ini juga menjelaskan
tentang seorang guru agama yang bernama Sunetta yang jujur dan terbebas dari
nafsu-nafsu indera, yang mempunyai ratusan murid, Sunetta ini mengajarkan
tentang cara untuk mencapai kelahiran di alam Brahma. Bagi murid sunetta yang
tidak menjalankan ajarannya dengan sungguh-sungguh, maka akan terlahir dialam
Parinimitavasavatti, Tusita, Yama, Tavatimsa, dan Catummaharajika, terlahir
sebagai Ksatriya, Brahmana, dan terlahir sebagai orang kaya. Kemudian Sunetta
tidak mau terlahir di alam-alam yang dicapai oleh murid-muridnya, dan untuk
mengatasinya Sunetta mengembangkan perasaan Cinta Kasih selama tujuh tahun,
sehingga selama tujuh kappa Sunetta tidak terlahir kembali sebagai manusia, dan
ia akan terlahir kembali di alam Brahma Abhassara, selanjutnya di alam Maha
Brahma, sebagai Sakka di alam Tavatimsa, Raja Cakkavati yang jujur, bijaksana
dan memiliki tujuh permata. Namun
Sunetta belum terbebas dari dukkha yaitu; kelahiran, usia tua, kematian,
kesedihan, keluh kesah, kesakitan, kesusahan dan putus asa.
Sunetta belum terbebas dari dukkha,
disebabkan belum menyadari dan menembus empat Dhamma, yaitu; Ariya Sila, Ariya
Samadhi, Ariya Panna, dan Ariya Vimutti. Karena hanya dengan cara ini seseorang dapat terbebas dari dukkha, dan
tidak terlahir kembali. Kemudian dalam Suriya Sutta ini, pada akhir khotbah
Sang Buddha mengatakan bahwa; ”Dhamma ini, yaitu Ariya Sila, Ariya Samadhi,
Ariya Panna, dan Ariya Vimutti, telah disadari dan ditembus oleh petapa Gotama.
Tathagata telah mengajarkan kepada para bhikkhu untuk merealisasikan dhamma,
karena Sang Buddha adalah guru pelenyap dukkha, yang telah mencapai penerangan
sempurna.
Kata-kata
yang diungkapkan oleh Buddha diatas menunjukan bahwa alam semesta akan hancur
sesuai yang diajarkan oleh Buddha mengenai segala yang bersyarat adalah tidak
kekal, dimana suatu proses pembentukan
dan kehancuran alam semesta merupakan syarat dan sesuatu yang bersyarat adalah
tidak kekal.
PEMBAHASAN
ANALISIS SURIYA SUTTA
A. Alam
Semesta
Keberadaan
alam semesta dengan segala isinya menurut ajaran Buddha adalah diatur oleh
sebuah hukum universal yang berlaku disemua alam kehidupan (31 alam kehidupan),
yaitu Dhammaniyama. Dhammaniyama adalah hukum yang bekerja dengan sendirinya,
bekerja sebagai hukum sebab akibat atau hukum relativitas yang impersonal dan
kekal. Dalam kekekalan ini dapat dilihat dari pernyataan Sang Buddha kepada
para bhikkhu sebagai berikut; ”Para
bhikkhu, apakah para Tathagata muncul di dunia ini atau tidak, Dhammaniyama
tetap ada.” (Dhammaniyama Sutta, Anguttara Nikaya 1).
Dhammaniyama
ini diuraikan menjadi lima hukum yaitu, Utu Niyama ialah (hukum universal yang
mengatur tentang cuaca, temperatur, terbentuknya dan hancurnya buni, tata
surya, membantu pertumbuhan manusia, binatang dan pohon, gempa bumi, dan fenomena
alam semesta lainnya). Bija Niyama ialah (hukum universal yang berkaitan dengan
tumbuh-tumbuhan), Kamma Niyama ialah (hukum universal tentang kamma atau hukum
perbuatan), Citta Niyama ialah (hukum universal tentang pikiran atau batin),
dan Dhamma Niyama ialah (hukum universal tentang segala sesuatu yang tidak
diatur oleh keempat Niyama). Seperti yang dinyatakan oleh Sang Buddha diatas
bahwa Dhammaniyama tetap ada (kekal), sehingga dari muncul dan hancurnya alam
semesta pun tetap ada.
Alam
semesta dalam Agganna Sutta dijelaskan bahwa terjadinya bumi dan manusia pada
mulanya setelah alam semesta hancur, yang pada umumnya manusia terlahir di alam Abhassara (alam cahaya), yang
hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang
bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup di dalam kemegahan yang hidup pada
masa yang lama sekali. Pada waktu itu bumi semua terdiri dari air, gelap
gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang
yang nampak, siang maupun malam belum ada dan laki-laki maupun wanita belum
ada. Makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk saja. Kemudian tanah
dengan sarinya muncul keluar dari dalam air seperti bentuk-bentuk buih
dipermukaan nasi susu masak yang mendingin, demikianlah munculnya tanah dan
manis seperti madu lebah, mentega murni, dadi susu, kemudian diantara mahluk
Abhassara yang serakah mencicipi sari tanah tersebut dengan jarinya, sehingga
mahluk abhassara lainnya ikut mencicipinya, dan hal ini berlangsung sangat lama
sekali. Mahluk tersebut lama-kelamaan kehilangan cahayanya dan matahari,
bintang, bulan, serta siang dan malampun terjadi. Sari tanah yang manis seperti
madu, dadi, mentega murni, kemudian berganti dengan tumbuhan yang menjalar
dengan melalui proses yang sangat lama sekali dari tumbuhan menjalar tela tidak
ada, kemudian berganti berbagai tumbuhan, setelah tumbuhan yang satu hilang
karena mahluk abhassara ini memakannya kemudian tumbuh lagi yang berlangsung
sangat lama sehingga tubuhnya menjadi padat dan jelas, ada yang tubuhnya
terlihat jelak ada yang bagus. Sehingga pada suatu saat yang lama suatu proses
terjadi, diantara mahluk ini telah melakukan hubungan kelamin, karena mahluk
ini sudah terlihat bentuk tubuh laki-laki dan perempuan, sehingga timbul nafsu
diantara mahluk ini. Demikianlah isi dari Agganna sutta secara singkat telah
terjadinya manusia dan bumi.
Suriya sutta yang berisikan mengenai penjelasan dari Buddha tentang
kehancuran alam semesta dan juga mengenai tata surya yang berjumlah bermiliaran
tata surya. Menurut Kitab Buddhavamsa, dalam
satu masa dunia, yaitu sejak bumi tercipta hingga kehancurannya, dalam satu
masa dunia ini terdapat lima Sammasambuddha (masa terbentuknya hingga
kehancuran bumi). Buddha Gotama adalah Sammasambuddha
yang keempat, jadi sebelum kiamat tidak akan terjadi di zaman ini. Dunia ini
masih menunggu Buddha berikutnya yang diperhitungkan waktunya masih sangat lama
yaitu Buddha Maitreya. Buddha Maitreya yang dikatakan sabagai Buddha
yang terakhir, karena dalam Kitab Buddhavamsa
dikatakan dalam satu masa dunia terdapat 5 Buddha, sehingga yang dimaksud
terakhir adalah bukan berarti Buddha yang ke-5 adalah terakhir dari buddha yang
akan datang dari bermilyaran tata surya ini, tetapi terakhir dari satu masa
dunia (pembentukan dan kehancuran dari satu sistem tata surya ini).
Dalam Abhibhu Sutta, Buddha
menjelaskan mengenai alam semesta, bahwa ”sejauh bulan dan matahari bergerak
dalam garis edarnya dan sejauh pancaran sinarnya mencapai segala arah, sejauh
itulah luas sistem seribu tata surya alam semesta. Didalamnya terdapat seribu
bulan, seribu matahari, seribu poros gunung sineru dari segala gunung, seribu
bumi jambudipa, seribu Aparagoyana di
barat, seribu Uttarakuru di utara,
seribu Pubbavideha di timur, empat
ribu samudera raya, empat ribu Maharaja, seribu surga Catummaharajika, seribu surga Tavatimsa,
seribu surga Yama, seribu surga Tusita, seribu surga Nimmanarati, seribu surga parinimmitavasavatti, dan seribu alam
Brahma.
Alam semesta didalam Avatamsaka Sutra
juga menjelaskan bahwa beberapa galaksi sangat luas bagai samudera,
berputar-putar seperti roda raksasa yang
menggelinding, berputar-putar dalam berbagai cara, beberapa dari
dunia-dunia bentuknya menyerupai roda yang menyala-nyala.
Agama Buddha merupakan agama yang sejalan
dengan ilmu pengetahuan yaitu salah satunya mengenai alam semesta yang
dikemukakan oleh Nicolaus Copernicus pada tahun 1473-1543 dalam bukunya De Revolutionibus Orbium Coelestium
(perputaran badan-badan angkasa) bahwa bumi berputar pada sumbunya, bumi
beserta planet lain mengelilingi matahari, bulan mengelilingi bumi. Kemudian
teori ini didukung oleh Galileo berkat teleskopnya bahwa matahari pusat
tata-surya. menurut ilmu astronomi, matahari dan
tatasurya lain yang nampak dari bumi juga disebut bintang (bintang adalah benda
bercahaya di angkasa selain bulan dan matahari) bumi, matahari dan
planet-planet yang lain disebut satu tata surya. Sekelompok besar matahari yang
berjumlah sangat banyak, disebut Galaksi, dan tempat gugus kelompok matahari yang
dihuni manusia disebut galaksi Bimasakti (Milky way),dan galaksi Bimasakti
berbentuk seperti cakram (spiral) dan jarak tata surya kira-kira berada pada
jarak tiga perempat radius dari pusat galaksi.
Menurut pendapat para ilmuwan,
diperkirakan usia alam semesta yang dihuni manusia sekarang kurang lebih empat
setengah milyar tahun, usia alam semesta ini cukup banyak berbeda dengan teori
genesis yang menganggap bahwa umur alam semesta diciptakan enam ribu tahun yang
lalu. Untuk mengukur usia bumi digunakan tehnik radio isotop unsur Uranium, dan
uranium tertua yang ditemukan berusia 4,5 milyar tahun. Kendala demikian juga
ada dalam memperhitungkan umur alam semesta yang didasarkan pada pengukuran
spektrum gelombang cahaya (berdasarkan spektrum redshift atau geser merah) atau
gelombang elektro magnetik yang sampai ke bumi, hal ini membuktikan bahwa
perhitungan para ahli hanya berdasarkan apa yang ada, dan yang diterima oleh
bumi. Pandangan dan teori mengenai alam semesta berubah seiring dengan kemajuan
teknologi, setelah penemuan radio teleskop, terlebih setelah diluncurkannya
teleskop hubble (teleskop yang ditempatkan di angkasa luar sehingga tidak
terhalang oleh atmosfir bumi) para ahli menganggap bahwa benda luar angkasa
terjauh adalah Quasar (Quasi Stellar Radio).
Metode yang digunakan Sang
Buddha dan para Siswanya sangat berbeda, yaitu dengan abhinna (kemampuan adi
kodrati). “Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari
napsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tak dapat
digoncangkan, meningkatkan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan mengenai
pubbenivasanussati nana”. (D.I,81). (Pubbenivasanussatinana yaitu kemampuan
untuk mengingat kelahiran yang lampau), sehingga siklus pembentukan dan
kehancuran bumi yang terjadi berulang-ulang dapat diketahui.
A. Kehancuran Alam Semesta
Usia alam semesta menurut Suriya Sutta, bahwa umur rata-rata
manusia akan terus merosot menjadi sepuluh tahun, kemudian naik kembali sampai
umur manusia rata-rata tidak terhitung dan kemudian turun lagi. Maka pada akhir
masa dunia (kehancuran bumi) munculah suatu masa dimana hujan tak perah lagi turun, setelah lama berlalu demikian, maka munculah matahari kedua,
pada kemunculan matahari kedua maka tak dapat dibedakan antara siang dan malam,
bumi merasakan terik matahari tanpa henti.
Berdasarkan ramalan munculnya
matahari kedua menurut Suriya Sutta,
ada dua matahari yang saling mengorbit satu sama lain dalam satu sistim tata surya
di Galaksi Bimasakti atau di Galaksi lain, bumi terus-menerus dipanggang oleh
sinar matahari (pada keadaan kita sekarang ini bumi masih berhiaskan awan dan
uap air, tetapi pada periode kehancuran
bumi sama sekali tidak berawan, langit bersih). Karena demikian panas
maka air dari seluruh sungai, kecuali dari sungai sungai besar menguap yang
berlangsung sangat lama.
Muncullah matahari ketiga, ketika muncul matahari ketiga, sungai-sungai
yang besar juga ikut kering menguap dan juga yang berlangsung lama sekali.
Setelah itu muncullah matahari yang keempat, setelah matahari yang keempat
muncul, danau-danau yang menjadi sumber air di Himalaya (yang terkenal dengan
salju abadinya juga ikut kering menguap).
Setelah itu lama sekali berlalu, maka muncullah matahari kelima, pada waktu
kemunculan matahari kelima maka air di samudera ikut menguap sehingga air yang
tersisa tidak cukup untuk membasahi satu ruas jari dan berlangsung lama sekali,
kemudian setelah itu muncullah matahari keenam, pada kemunculan matahari keenam
ini semua cairan di tata-surya menguap, hal ini bukan hanya terjadi di
tata-surya ini, semua cairan pada seratus milyar tata-surya yang lain juga ikut
menguap. Kemudian muncullah matahari ketujuh, pada kemunculan matahari ketujuh
tata surya beserta dengan seratus milyar tata surya yang lain terbakar, hingga
habis total (seperti api yang membakar lemak susu atau ghee) tanpa meninggalkan
debu.
Bintang biner adalah hasil penemuan
para ahli astronomi yang nampak banyak di angkasa, yang merupakan setengah dari
galaksi bima sakti, yang merupakan sistem yang terdiri dari dua matahari sampai
enam matahari yang saling mengorbit, yang dikenal dengan Sirius yaitu bintang
yang nampaknya paling terang di Angkasa.
Bintang Biner terbentuk disebabkan oleh gaya gravitasi pusat galaksi yang
menarik tata-surya semakin mendekat satu sama lain. Apabila dua tata surya
terlalu dekat satu sama lain, maka gravitasi kedua tata surya akan saling
tarik-menarik dan akhirnya menyebabkan kedua matahari saling mengorbit. Sesuai dengan
hukum Newton mengenai gaya tarik-menarik antara dua massa (hukum gravitasi
universal), atau teori relativitas umum dari Einstein, dan terbentuklah sistem
biner.
Setelah semua tata surya
terlalu berdekatan satu sama lainnya, maka panas yang ditimbulkannya amat luar
biasa dan mengakibatkan semua materi yang berada di seluruh galaksi terbakar
termasuk gas dan debu yang mengisi seluruh celah dan ruang yang berada di
galaksi, dan kebakaran meluas sampai ke bagian terluar yang membungkus galaksi
dan tidak nampak oleh mata (Corona Galaxi), sehingga dari jauh nampak seperti
Ellips, yang disebut sebagai Ellips Galaxy, galaksi yang terbesar dan galaksi
yang terkecil adalah ellips galaksi yang memperlihatkan fase-fase dalam
pembakaran galaksi (galaksi ellips tidak memiliki gas dan debu yang merupakan
materi pembentuk tatasurya, oleh karena itu para ahli menyimpulkan bahwa fase
terbentuknya galaksi telah lama berlalu).
Bumi yang ditempati oleh
manusia, dalam Mahaparinibbana Sutta
bila ditinjau dari delapan sebab gempa bumi, maka bumi yang luas ini terbentuk
dari zat cair dan zat cair terbentuk dari udara, dan udara ada di angkasa. Dalam
Abhidhammathasangaha disebutkan bahwa yang dimaksud dengan unsur api, angin,
air dan tanah (mahabhuta 4) yaitu:
a. Pathavi-dhatua adalah unsur
tanah berarti unsur padat atau juga berarti sifat pengembangan, keras dan
lembut juga termasuk unsur tanah, yang merupakan unsur dasar dari materi, seperti
kuku, batu, pohon dan lain-lain.
b. Unsur air berarti unsur kohesi
(sifat mengikat) jadi segala sesuatu yang bersifat kohesi atau adhesi adalah
termasuk unsur air dan bila dalam suatu benda apo-dhatu (air) jumlahnya lebih
banyak dari unsur padat (pathavi-dhatu).
c. Unsur api (tejo-dhatu) juga
berarti unsur temperatur, yang berarti bahwa panas dan dingin juga termasuk
unsur api yang memiliki kekuatan untuk membakar dan menjadikan masaknya
sifat-sifat materi.
d. Unsur angin (vayo-dhatu) juga
berarti unsur gerak, getaran, juga termasuk unsur tekanan, bila dijabarkan
secara fisika adalah juga berarti unsur gaya dan juga dapat menghamburkan segala
sesuatu.
PENUTUP
A. Simpulan
Perkembangan
ilmu teknologi merupakan salah satu bentuk perkembangan pemikiran manusia yang
semakin lama semakin canggih, tetapi dibalik kejeniusan manusia itu dapat
menjadi sebuah bom waktu yang dapat membuat kehancuran bagi bumi ini dan
kehidupan manusia itu sendiri, karena tidak didasari dengan kebijaksanaan, dan
walaupun banyak manusia yang jenius dimasa sekarang, tetapi kekotoran batin
semakin besar. Suriya Sutta merupakan khotbah Buddha mengenai alam semesta dan
kehancurannya. Dalam Suriya Sutta ini dijelaskan bahwa semua bentuk adalah
tidak kekal sehingga janganlah merasa puas dengan segala bentuk yang ada. Pada
suatu masa dimana moral manusia semakin merosot sehingga jangka usia manusia
berumur 10 tahun,
kemudian naik kembali sampai umur manusia rata-rata tidak terhitung dan
kemudian turun lagi. Maka pada akhir masa dunia (kehancuran bumi) munculah suatu
masa dimana hujan tak pemah lagi turun, setelah lama berlalu demikian, maka
munculah matahari kedua, pada kemunculan matahari kedua maka tak dapat
dibedakan antara siang dan malam, bumi merasakan terik matahari tanpa henti,
sehingga sampai timbulnya matarhari ke tujuh yang menimbulkan bumi terbakar
tanpa debu yang tersisa sampai terlihat di alam brahma. Kehancuran bumi juga
disebabkan karena moral manusia yang semakin lama semakin menurun, karena
perbuatan jahat yang sering dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Panjika. 2005. Abhidhammatthasangaha. Tanggerang:
Vihara Padumuttara.
Wowor, Cornelis. 2004. Hukum Kamma Buddhis. Jakarta: CV Nitra
Kencana Buana.
Wijaya Mukti, Krishnanda.
2003. Wacana Buddha Dhamma. Jakarta:
Yayasan Dharma Pembangunan.
www.kosmologi dalam agama
Buddha. Diakses: 15 Juni 2009, 19.15 WIB.
www.ponindraponiman.co.cc
luar biasa .............
BalasHapus