atau

20 Maret 2012


 ANALISIS SURIYA SUTTA
oleh poniman
PENDAHULUAN
Suriya Sutta, Sattaka Nipata merupakan kotbah Buddha yang menyajikan tentang ketidak kekalan terhadap semua bentuk dan kehancuran alam semesta. Berikut ini merupakan beberapa bait kotbah pada bait pertama dan bait kedua yaitu:
”Bhikkhu, bentuk apapun tidak kekal, goyah, tidak tetap. Para bhikkhu janganlah kamu merasa puas dengan semua bentuk (sankhara), itu menjijikan, bebaskanlah diri kalian dari hal itu. Para bhikkhu, gunung Sineru, raja gunung-gunung yang panjangnya 84.000 yojana lebarnya 84.000 yojana, kakinya dalam lautan sedalam 84.000 yojana dan tingginya dari permukaan laut setinggi 84.000 yojana.”
”Bhikkhu, akan tiba suatu masa setelah bertahun-tahun, ratusan tahun, ribuan tahun, atau ratusan tahun, tidak ada hujan. Ketika tidak ada hujan, maka semua bibit tanaman seperti bibit sayuran, pohon-pohon penghasil obat, pohon-pohon palem, dan pohon-pohon besar di hutan menjadi layu, kering mati.”
Demikianlah para bhikkhu, bentuk apapun adalah tidak kekal, tidak abadi atau tak tetap. Janganlah kamu merasa puas dengan semua bentuk itu, itu menjijikan, bebaskanlah diri kalian dari hal itu.
Alam semesta akan mulai hancur terbakar sewaktu diakhir masa yang lama dengan munculnya matahari ketujuh, dengan gunung sineru sabagai raja gunung-gunung terbakar, menyala berkobar-kobar, dan menjadi seperti sebuah bola api yang berpijar, dan cahaya nyala kebakaran akan terlihat sampai di alam Brahma dan juga debu asap dari bumi dengan gunung sineru tertiup oleh angin sampai ke alam Brahma.
Sang Buddha dalam sutta ini juga menjelaskan tentang seorang guru agama yang bernama Sunetta yang jujur dan terbebas dari nafsu-nafsu indera, yang mempunyai ratusan murid, Sunetta ini mengajarkan tentang cara untuk mencapai kelahiran di alam Brahma. Bagi murid sunetta yang tidak menjalankan ajarannya dengan sungguh-sungguh, maka akan terlahir dialam Parinimitavasavatti, Tusita, Yama, Tavatimsa, dan Catummaharajika, terlahir sebagai Ksatriya, Brahmana, dan terlahir sebagai orang kaya. Kemudian Sunetta tidak mau terlahir di alam-alam yang dicapai oleh murid-muridnya, dan untuk mengatasinya Sunetta mengembangkan perasaan Cinta Kasih selama tujuh tahun, sehingga selama tujuh kappa Sunetta tidak terlahir kembali sebagai manusia, dan ia akan terlahir kembali di alam Brahma Abhassara, selanjutnya di alam Maha Brahma, sebagai Sakka di alam Tavatimsa, Raja Cakkavati yang jujur, bijaksana dan memiliki tujuh permata. Namun Sunetta belum terbebas dari dukkha yaitu; kelahiran, usia tua, kematian, kesedihan, keluh kesah, kesakitan, kesusahan dan putus asa.
Sunetta belum terbebas dari dukkha, disebabkan belum menyadari dan menembus empat Dhamma, yaitu; Ariya Sila, Ariya Samadhi, Ariya Panna, dan Ariya Vimutti. Karena hanya dengan cara ini seseorang dapat terbebas dari dukkha, dan tidak terlahir kembali. Kemudian dalam Suriya Sutta ini, pada akhir khotbah Sang Buddha mengatakan bahwa; ”Dhamma ini, yaitu Ariya Sila, Ariya Samadhi, Ariya Panna, dan Ariya Vimutti, telah disadari dan ditembus oleh petapa Gotama. Tathagata telah mengajarkan kepada para bhikkhu untuk merealisasikan dhamma, karena Sang Buddha adalah guru pelenyap dukkha, yang telah mencapai penerangan sempurna.
Kata-kata yang diungkapkan oleh Buddha diatas menunjukan bahwa alam semesta akan hancur sesuai yang diajarkan oleh Buddha mengenai segala yang bersyarat adalah tidak kekal,  dimana suatu proses pembentukan dan kehancuran alam semesta merupakan syarat dan sesuatu yang bersyarat adalah tidak kekal.






PEMBAHASAN
ANALISIS SURIYA SUTTA

A.  Alam Semesta
         Keberadaan alam semesta dengan segala isinya menurut ajaran Buddha adalah diatur oleh sebuah hukum universal yang berlaku disemua alam kehidupan (31 alam kehidupan), yaitu Dhammaniyama. Dhammaniyama adalah hukum yang bekerja dengan sendirinya, bekerja sebagai hukum sebab akibat atau hukum relativitas yang impersonal dan kekal. Dalam kekekalan ini dapat dilihat dari pernyataan Sang Buddha kepada para bhikkhu sebagai berikut; ”Para bhikkhu, apakah para Tathagata muncul di dunia ini atau tidak, Dhammaniyama tetap ada.” (Dhammaniyama Sutta, Anguttara Nikaya 1).
         Dhammaniyama ini diuraikan menjadi lima hukum yaitu, Utu Niyama ialah (hukum universal yang mengatur tentang cuaca, temperatur, terbentuknya dan hancurnya buni, tata surya, membantu pertumbuhan manusia, binatang dan pohon, gempa bumi, dan fenomena alam semesta lainnya). Bija Niyama ialah (hukum universal yang berkaitan dengan tumbuh-tumbuhan), Kamma Niyama ialah (hukum universal tentang kamma atau hukum perbuatan), Citta Niyama ialah (hukum universal tentang pikiran atau batin), dan Dhamma Niyama ialah (hukum universal tentang segala sesuatu yang tidak diatur oleh keempat Niyama). Seperti yang dinyatakan oleh Sang Buddha diatas bahwa Dhammaniyama tetap ada (kekal), sehingga dari muncul dan hancurnya alam semesta pun tetap ada.
         Alam semesta dalam Agganna Sutta dijelaskan bahwa terjadinya bumi dan manusia pada mulanya setelah alam semesta hancur, yang pada umumnya manusia terlahir di alam Abhassara (alam cahaya), yang hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup di dalam kemegahan yang hidup pada masa yang lama sekali. Pada waktu itu bumi semua terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang yang nampak, siang maupun malam belum ada dan laki-laki maupun wanita belum ada. Makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk saja. Kemudian tanah dengan sarinya muncul keluar dari dalam air seperti bentuk-bentuk buih dipermukaan nasi susu masak yang mendingin, demikianlah munculnya tanah dan manis seperti madu lebah, mentega murni, dadi susu, kemudian diantara mahluk Abhassara yang serakah mencicipi sari tanah tersebut dengan jarinya, sehingga mahluk abhassara lainnya ikut mencicipinya, dan hal ini berlangsung sangat lama sekali. Mahluk tersebut lama-kelamaan kehilangan cahayanya dan matahari, bintang, bulan, serta siang dan malampun terjadi. Sari tanah yang manis seperti madu, dadi, mentega murni, kemudian berganti dengan tumbuhan yang menjalar dengan melalui proses yang sangat lama sekali dari tumbuhan menjalar tela tidak ada, kemudian berganti berbagai tumbuhan, setelah tumbuhan yang satu hilang karena mahluk abhassara ini memakannya kemudian tumbuh lagi yang berlangsung sangat lama sehingga tubuhnya menjadi padat dan jelas, ada yang tubuhnya terlihat jelak ada yang bagus. Sehingga pada suatu saat yang lama suatu proses terjadi, diantara mahluk ini telah melakukan hubungan kelamin, karena mahluk ini sudah terlihat bentuk tubuh laki-laki dan perempuan, sehingga timbul nafsu diantara mahluk ini. Demikianlah isi dari Agganna sutta secara singkat telah terjadinya manusia dan bumi.
         Suriya sutta yang berisikan mengenai penjelasan dari Buddha tentang kehancuran alam semesta dan juga mengenai tata surya yang berjumlah bermiliaran tata surya. Menurut Kitab Buddhavamsa, dalam satu masa dunia, yaitu sejak bumi tercipta hingga kehancurannya, dalam satu masa dunia ini terdapat lima Sammasambuddha (masa terbentuknya hingga kehancuran bumi). Buddha Gotama adalah Sammasambuddha yang keempat, jadi sebelum kiamat tidak akan terjadi di zaman ini. Dunia ini masih menunggu Buddha berikutnya yang diperhitungkan waktunya masih sangat lama yaitu Buddha Maitreya. Buddha Maitreya yang dikatakan sabagai Buddha yang terakhir, karena dalam Kitab Buddhavamsa dikatakan dalam satu masa dunia terdapat 5 Buddha, sehingga yang dimaksud terakhir adalah bukan berarti Buddha yang ke-5 adalah terakhir dari buddha yang akan datang dari bermilyaran tata surya ini, tetapi terakhir dari satu masa dunia (pembentukan dan kehancuran dari satu sistem tata surya ini).
         Dalam Abhibhu Sutta, Buddha menjelaskan mengenai alam semesta, bahwa ”sejauh bulan dan matahari bergerak dalam garis edarnya dan sejauh pancaran sinarnya mencapai segala arah, sejauh itulah luas sistem seribu tata surya alam semesta. Didalamnya terdapat seribu bulan, seribu matahari, seribu poros gunung sineru dari segala gunung, seribu bumi jambudipa, seribu Aparagoyana di barat, seribu Uttarakuru di utara, seribu Pubbavideha di timur, empat ribu samudera raya, empat ribu Maharaja, seribu surga Catummaharajika, seribu surga Tavatimsa, seribu surga Yama, seribu surga Tusita, seribu surga Nimmanarati, seribu surga parinimmitavasavatti, dan seribu alam Brahma.
         Alam semesta didalam Avatamsaka Sutra juga menjelaskan bahwa beberapa galaksi sangat luas bagai samudera, berputar-putar seperti roda raksasa yang  menggelinding, berputar-putar dalam berbagai cara, beberapa dari dunia-dunia bentuknya menyerupai roda yang menyala-nyala.
Agama Buddha merupakan agama yang sejalan dengan ilmu pengetahuan yaitu salah satunya mengenai alam semesta yang dikemukakan oleh Nicolaus Copernicus pada tahun 1473-1543 dalam bukunya De Revolutionibus Orbium Coelestium (perputaran badan-badan angkasa) bahwa bumi berputar pada sumbunya, bumi beserta planet lain mengelilingi matahari, bulan mengelilingi bumi. Kemudian teori ini didukung oleh Galileo berkat teleskopnya bahwa matahari pusat tata-surya. menurut ilmu astronomi, matahari dan tatasurya lain yang nampak dari bumi juga disebut bintang (bintang adalah benda bercahaya di angkasa selain bulan dan matahari) bumi, matahari dan planet-planet yang lain disebut satu tata surya. Sekelompok besar matahari yang berjumlah sangat banyak, disebut Galaksi, dan tempat gugus kelompok matahari yang dihuni manusia disebut galaksi Bimasakti (Milky way),dan galaksi Bimasakti berbentuk seperti cakram (spiral) dan jarak tata surya kira-kira berada pada jarak tiga perempat radius dari pusat galaksi.
         Menurut pendapat para ilmuwan, diperkirakan usia alam semesta yang dihuni manusia sekarang kurang lebih empat setengah milyar tahun, usia alam semesta ini cukup banyak berbeda dengan teori genesis yang menganggap bahwa umur alam semesta diciptakan enam ribu tahun yang lalu. Untuk mengukur usia bumi digunakan tehnik radio isotop unsur Uranium, dan uranium tertua yang ditemukan berusia 4,5 milyar tahun. Kendala demikian juga ada dalam memperhitungkan umur alam semesta yang didasarkan pada pengukuran spektrum gelombang cahaya (berdasarkan spektrum redshift atau geser merah) atau gelombang elektro magnetik yang sampai ke bumi, hal ini membuktikan bahwa perhitungan para ahli hanya berdasarkan apa yang ada, dan yang diterima oleh bumi. Pandangan dan teori mengenai alam semesta berubah seiring dengan kemajuan teknologi, setelah penemuan radio teleskop, terlebih setelah diluncurkannya teleskop hubble (teleskop yang ditempatkan di angkasa luar sehingga tidak terhalang oleh atmosfir bumi) para ahli menganggap bahwa benda luar angkasa terjauh adalah Quasar (Quasi Stellar Radio).
         Metode yang digunakan Sang Buddha dan para Siswanya sangat berbeda, yaitu dengan abhinna (kemampuan adi kodrati). “Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari napsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tak dapat digoncangkan, meningkatkan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan mengenai pubbenivasanussati nana”. (D.I,81). (Pubbenivasanussatinana yaitu kemampuan untuk mengingat kelahiran yang lampau), sehingga siklus pembentukan dan kehancuran bumi yang terjadi berulang-ulang dapat diketahui.
A.    Kehancuran Alam Semesta
         Usia alam semesta menurut Suriya Sutta, bahwa umur rata-rata manusia akan terus merosot menjadi sepuluh tahun, kemudian naik kembali sampai umur manusia rata-rata tidak terhitung dan kemudian turun lagi. Maka pada akhir masa dunia (kehancuran bumi) munculah suatu masa dimana hujan tak perah lagi turun, setelah lama berlalu demikian, maka munculah matahari kedua, pada kemunculan matahari kedua maka tak dapat dibedakan antara siang dan malam, bumi merasakan terik matahari tanpa henti.
         Berdasarkan ramalan munculnya matahari kedua menurut Suriya Sutta, ada dua matahari yang saling mengorbit satu sama lain dalam satu sistim tata surya di Galaksi Bimasakti atau di Galaksi lain, bumi terus-menerus dipanggang oleh sinar matahari (pada keadaan kita sekarang ini bumi masih berhiaskan awan dan uap air, tetapi pada periode kehancuran  bumi sama sekali tidak berawan, langit bersih). Karena demikian panas maka air dari seluruh sungai, kecuali dari sungai sungai besar menguap yang berlangsung sangat lama.
         Muncullah matahari ketiga, ketika muncul matahari ketiga, sungai-sungai yang besar juga ikut kering menguap dan juga yang berlangsung lama sekali.
Setelah itu muncullah matahari yang keempat, setelah matahari yang keempat muncul, danau-danau yang menjadi sumber air di Himalaya (yang terkenal dengan salju abadinya juga ikut kering menguap).
         Setelah itu lama sekali berlalu, maka muncullah matahari kelima, pada waktu kemunculan matahari kelima maka air di samudera ikut menguap sehingga air yang tersisa tidak cukup untuk membasahi satu ruas jari dan berlangsung lama sekali, kemudian setelah itu muncullah matahari keenam, pada kemunculan matahari keenam ini semua cairan di tata-surya menguap, hal ini bukan hanya terjadi di tata-surya ini, semua cairan pada seratus milyar tata-surya yang lain juga ikut menguap. Kemudian muncullah matahari ketujuh, pada kemunculan matahari ketujuh tata surya beserta dengan seratus milyar tata surya yang lain terbakar, hingga habis total (seperti api yang membakar lemak susu atau ghee) tanpa meninggalkan debu.

               Bintang biner adalah hasil penemuan para ahli astronomi yang nampak banyak di angkasa, yang merupakan setengah dari galaksi bima sakti, yang merupakan sistem yang terdiri dari dua matahari sampai enam matahari yang saling mengorbit, yang dikenal dengan Sirius yaitu bintang yang nampaknya paling terang di Angkasa. Bintang Biner terbentuk disebabkan oleh gaya gravitasi pusat galaksi yang menarik tata-surya semakin mendekat satu sama lain. Apabila dua tata surya terlalu dekat satu sama lain, maka gravitasi kedua tata surya akan saling tarik-menarik dan akhirnya menyebabkan kedua matahari saling mengorbit. Sesuai dengan hukum Newton mengenai gaya tarik-menarik antara dua massa (hukum gravitasi universal), atau teori relativitas umum dari Einstein, dan terbentuklah sistem biner.
         Setelah semua tata surya terlalu berdekatan satu sama lainnya, maka panas yang ditimbulkannya amat luar biasa dan mengakibatkan semua materi yang berada di seluruh galaksi terbakar termasuk gas dan debu yang mengisi seluruh celah dan ruang yang berada di galaksi, dan kebakaran meluas sampai ke bagian terluar yang membungkus galaksi dan tidak nampak oleh mata (Corona Galaxi), sehingga dari jauh nampak seperti Ellips, yang disebut sebagai Ellips Galaxy, galaksi yang terbesar dan galaksi yang terkecil adalah ellips galaksi yang memperlihatkan fase-fase dalam pembakaran galaksi (galaksi ellips tidak memiliki gas dan debu yang merupakan materi pembentuk tatasurya, oleh karena itu para ahli menyimpulkan bahwa fase terbentuknya galaksi telah lama berlalu).
         Bumi yang ditempati oleh manusia, dalam Mahaparinibbana Sutta bila ditinjau dari delapan sebab gempa bumi, maka bumi yang luas ini terbentuk dari zat cair dan zat cair terbentuk dari udara, dan udara ada di angkasa. Dalam Abhidhammathasangaha disebutkan bahwa yang dimaksud dengan unsur api, angin, air dan tanah (mahabhuta 4) yaitu:
a.       Pathavi-dhatua adalah unsur tanah berarti unsur padat atau juga berarti sifat pengembangan, keras dan lembut juga termasuk unsur tanah, yang merupakan unsur dasar dari materi, seperti kuku, batu, pohon dan lain-lain.
b.      Unsur air berarti unsur kohesi (sifat mengikat) jadi segala sesuatu yang bersifat kohesi atau adhesi adalah termasuk unsur air dan bila dalam suatu benda apo-dhatu (air) jumlahnya lebih banyak dari unsur padat (pathavi-dhatu).
c.       Unsur api (tejo-dhatu) juga berarti unsur temperatur, yang berarti bahwa panas dan dingin juga termasuk unsur api yang memiliki kekuatan untuk membakar dan menjadikan masaknya sifat-sifat materi.
d.      Unsur angin (vayo-dhatu) juga berarti unsur gerak, getaran, juga termasuk unsur tekanan, bila dijabarkan secara fisika adalah juga berarti unsur gaya dan juga dapat menghamburkan segala sesuatu.



     






















PENUTUP

A.    Simpulan
Perkembangan ilmu teknologi merupakan salah satu bentuk perkembangan pemikiran manusia yang semakin lama semakin canggih, tetapi dibalik kejeniusan manusia itu dapat menjadi sebuah bom waktu yang dapat membuat kehancuran bagi bumi ini dan kehidupan manusia itu sendiri, karena tidak didasari dengan kebijaksanaan, dan walaupun banyak manusia yang jenius dimasa sekarang, tetapi kekotoran batin semakin besar. Suriya Sutta merupakan khotbah Buddha mengenai alam semesta dan kehancurannya. Dalam Suriya Sutta ini dijelaskan bahwa semua bentuk adalah tidak kekal sehingga janganlah merasa puas dengan segala bentuk yang ada. Pada suatu masa dimana moral manusia semakin merosot sehingga jangka usia manusia berumur 10 tahun, kemudian naik kembali sampai umur manusia rata-rata tidak terhitung dan kemudian turun lagi. Maka pada akhir masa dunia (kehancuran bumi) munculah suatu masa dimana hujan tak pemah lagi turun, setelah lama berlalu demikian, maka munculah matahari kedua, pada kemunculan matahari kedua maka tak dapat dibedakan antara siang dan malam, bumi merasakan terik matahari tanpa henti, sehingga sampai timbulnya matarhari ke tujuh yang menimbulkan bumi terbakar tanpa debu yang tersisa sampai terlihat di alam brahma. Kehancuran bumi juga disebabkan karena moral manusia yang semakin lama semakin menurun, karena perbuatan jahat yang sering dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Panjika. 2005. Abhidhammatthasangaha. Tanggerang: Vihara Padumuttara.

Wowor, Cornelis. 2004. Hukum Kamma Buddhis. Jakarta: CV Nitra Kencana Buana.

Wijaya Mukti, Krishnanda. 2003. Wacana Buddha Dhamma. Jakarta: Yayasan Dharma Pembangunan.

www.kosmologi dalam agama Buddha. Diakses: 15 Juni 2009, 19.15 WIB. 
www.ponindraponiman.co.cc

1 komentar: